Minggu, 17 Februari 2019

Pariaman Bercerita #1: Antara Kolaborasi, Inovasi, dan Konsistensi


Awal Februari 2019 kemarin, saya dikabarkan oleh Siska Aprisia pendiri Komunitas Ranah Batuah tentang keinginannya untuk membuat sebuah ruang diskusi anak muda di Pariaman. Tanpa basa basi kala itu, dia meminta saya sebagai satu dari tiga pemantik diskusi yang akan dihadirkan dalam ruang diskusi yang diberi nama Pariaman Bercerita #1.


Ruang diskusi Pariaman Bercerita #1 itu, mengangkat tema Membaca Pariaman Lewat Sosial Media. Tiga pemantik diskusi dengan latar belakang pegiat sosial media dihadirkan dalam iven ini, yakni @infosumbar yang di wakili oleh Muhammad Irfan (Emen), @ayokepariaman yang di wakili oleh Rozy Kosmadi (Bowjie Narre) dan @pariamankita yang saya wakilkan sendiri.


Pariaman Bercerita #1 yang diinisiasi oleh Komunitas Ranah Batuah dan Kafe Svmbarang Kadai tersebut, digelar Jumat (15/2/2019) sekitar pukul 20.30 hingga 23.30 Wib di Kafe Svmbarang Kadai, Kelurahan Pasir, Kecamatan Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Sumatera Barat. Iven itu, dihadiri oleh puluhan tamu dari berbagai perwakilan Komunitas dan pegiat sosial media se-Kota Pariaman.


Saat mengawali diskusi, Siska Aprisia yang bertindak sebagai moderator memberi pengantar dan latar belakang hadirnya iven Pariaman Bercerita #1 tersebut. Dalam paparannya, Pariaman Bercerita #1 ini muncul karena ingin membedah kemunculan influencer di Pariaman dan seperti apa influencer itu Membaca Pariaman Lewat Sosial Media.


Selain itu, moderator yang merupakan tamatan Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang tersebut, dalam paparan awalnya, membuat saya menjadi paham kenapa dua influencer asal Pariaman yakni @ayokepariaman dan akun @pariamankita yang saya kelola bersama tiga teman lainnya, dipilih sebagai pemantik diskusi.


Alasannya, karena dua akun ini yang memiliki follower aktif hingga belasan ribu, dan bagi kawasan Pariaman bisa dikategorikan dua akun ini yang selalu menjadi referensi informasi bagi anak-anak muda di ranah maupun rantau. Sedangkan @infosumbar dihadirkan karena ingin mengambil sukses story atau pelajaran dan pengalaman influencer terbesar di Sumatera Barat ini.


Moderator dan Tiga Pemantik Diskusi Disela-sela Diskusi


Director Content @infosumbar Muhammad Irfan yang karib disapa Emen dalam paparannya mengatakan rentang waktu lima tahun terakhir banyak bermunculan komunitas-komunitas dan akun-akun sosial media yang ada di Pariaman. Kemunculan ini, kata dia, sudah menjadi tanda positif akan menggeliatnya anak-anak muda Pariaman untuk ikut berkontribusi bagi Pariaman.


Hanya saja kemunculan beragam komunitas dan akun-akun sosial media itu masih berjalan secara sendiri-sendiri. Emen menyebut jika kolaborasi antar komunitas dan pegiat media sosial di Pariaman penting untuk dilakukan. Karena dari kolaborasi itu akan muncul ide-ide segar yang bermanfaat bagi daerah.


Sementara itu, Founder @ayokepariaman Rozy Kosmadi mengatakan sebagai salah satu influencer yang sudah lima tahun berkembang di Pariaman, untuk tetap bertahan dalam dunia teknologi informasi yang berkembang serba cepat tersebut adalah dengan terus berinovasi. Pegiat sosial media dan komunitas yang ada di Pariaman dituntut untuk terus berinovasi dan tetap melakukan kaderisasi di internal.

Menurut Bowjie begitu dia akrab disapa, inovasi dalam setiap konten sangat diperlukan agar follower tidak jenuh dengan suguhan menu postingan yang itu ke itu saja. Selain itu, secara tak langsung influencer juga telah menjadi "duta" terdepan dalam mempromosikan daerahnya, sehingga setiap postingan harus difikirkan efeknya kepada daerah.



Suasana Diskusi Pariaman Bercerita #1 di Kafe Svmbarang Kadai, Jumat malam (15/2/2019)


Disisi lain, dalam kesempatan itu, saya yang mewakili @pariamankita mengajak rekan-rekan komunitas dan pegiat sosial media di Pariaman untuk tetap konsisten dalam gerakan yang mereka bangun. Karena banyak komunitas dan influencer mati suri karena tidak konsisten. Ada juga sejumlah influencer yang mengatasnamakan Pariaman tapi memposting informasi yang tidak berkaitan dengan Pariaman. Tentu ini sudah diluar konteks.


Selain tetap menjaga konsistensi, pada kesempatan itu saya juga mengajak pegiat sosial media dan teman-teman komunitas yang hadir untuk tidak ikut-ikutan membawa komunitasnya ke dunia politik praktis. Sebab sekali saja komunitas atau pegiat sosial media terjun kedunia politik, maka selama-lamanya komunitas itu akan dicap sebagai partisan politik dan komunitas akan kehilangan kredibilitas dimata masyarakat.




Foto bersama
usai Diskusi Pariaman Bercerita #1



Ruang diskusi yang dilakukan dalam empat segmen itu berlangsung sekitar tiga jam. Hadirin sepakat agar ruang-ruang diskusi seperti ini dilangsungkan sebulan sekali dengan pemantik diskusi dan tema selalu ditukar setiap bulannya dan disepakati secara bersama-sama. (***)




Minggu, 17 Februari 2019
Founder @pariamankita
Almurfi Syofyan

Kamis, 12 April 2018

Kapal tok-tok yang mulai menepi akibat perkembangan zaman


Padang --- Ditengah gempuran dan perkembangan teknologi masyarakat lebih cenderung memilih hal-hal modern termasuk mainan bagi anak-anak. Namun, masih ada saja yang bertahan menjajakan mainan asli Indonesia.

Seperti Ibrahim, memilih berjualan kapal tok-tok karena memiliki nilai historis yang tinggi. Kepulan asap dari sumbu yang dibakar serta bunyi "klotok...klotok.." menjadi pemandangan menarik bagi pengunjung yang berlalu lalang disekitarnya.

Sudah 5 tahun lebih, pria yang akrab disapa Baim itu berjualan mainan kapal tok-tok. Mulai dari  masuk kampung ke kampung. Hingga akhirnya memutuskan untuk menetap di pasar Raya.

Ditemui di Jalan M. Yamin Pasar Raya, tepat didepan sebuah toko tekstil terlihat seorang pria tampak asyik menyusun puluhan mainan jadul diatas meja dengan ukuran satu meter persegi. Disebelahnya sebuah mainan kapal tok-tok sedang berlayar memutari dulang yang sengaja diisi air sebagai tempat mainan itu berlayar.

Pria berusia 35 tahun itu mengaku memilih bertahan menjajakan permainan "jadul" lantaran ingin mempertahankan mainan buatan lokal. Menurutnya saat ini sudah jarang sekali anak-anak yang tertarik dengan mainan asli Indonesia termasuk kapal tok-tok. Jika tidak dikenalkan mainan tradisional akan hilang tanpa bekas.

"Sekarang banyak anak-anak yang tidak mengenal mainan ini karena sudah jarang orang tua yang memperkenalkannya. Padahal mainan ini memiliki nilai historikal yang tinggi. Mainan ini sudah ada sejak jaman Belanda. Makanya dibilang mainan asli Indonesia," ungkapnya, Sabtu 17 Februari 2018.
 
Kapal tok-tok  merupakan  mainan  tradisional  Indonesia  dengan  panjang  20 cm, lebar 5-6 cm, dan tinggi 4 cm yang mulai dijual sejak tahun 1980an. Mainan yang terbuat dari seng atau kaleng bekas ini umumnya berbentuk kapal perang dengan dua meriam kecil yang menghadap ke depan, seorang awak kapal, dan bendera Indonesia yang dipasang di ekor kapal. 

Nama ‘tok-tok’ sendiri diambil dari bunyi "klotok...klotok.." yang dihasilkan ketika kapal berlayar.  Selain itu mainan tersebut memiliki  tenaga penggerak yang berasal dari kapas yang diberi minyak goreng dan dinyalakan. Sehingga bergerak layaknya kapal mesin uap.

Meskipun tidak secanggih mainan saat ini nyatanya kapal tok-tok masih memiliki peminat. Mainan tersebut juga dapat bertahan lebih lama dibanding mainan modern. Jika tenggelam hanya perlu mengganti kapas dan menambah minyak goreng sebagai bahan bakarnya saja. 

Baim mengatakan, ia memesan mainan tersebut langsung dari Cirebon. Hal ini dikarenakan kapal tok-tok banyak diproduksi ditempat itu. Dan tidak semua pabrik mampu memproduksi mainan berbahan dasar kaleng tipis tersebut.

"Bahan utamanya merupakan limbah plat seng tipis. Kalau di Jawa banyak ditemukan tapi kalau disini susah. Makanya tidak ada yang produksi disini," terang pria asal Palinggam itu.

Setiap bulan Baim bisa memesan sekitar 400 buah mainan. Namun terkadang tidak sama sekali. Melihat banyaknya peminat dari mainan tersebut.

Dalam sehari ia bisa menjual sekitar 5-6 buah mainan. Kadang tidak sama sekali. Untuk kapal tok-tok ukuran kecil ia mematok harga Rp 20 ribu dan untuk ukuran besar Rp 30 ribu. Ini karena butuh biaya untuk mengirim barang tersebut dari pulau Jawa hingga ke Padang.

"Kalau hari libur bisa sampai 10 buah. Tapi kalau sedang sepi bisa tidak sama sekali," ucapnya

Umumnya yang membeli adalah para orang tua teringat masa kecilnya dan membelikannya untuk anak-anaknya. 

Menurut mereka mainan tersebut menyimpan kenangan yang dalam. Sehingga perlu dikenalkan kembali pada anak-anak agar tak punah akibat perkembangan zaman.

Meski peminat mainan tersebut sudah mulai berkurang, namun ia tetap bertahan menjualnya dan tidak tergiur menjual mainan modern, atau menaruhnya pada kedai-kedai mainan lainnya.

"Mainan ini butuh praktekkan. Jadi tidak bisa kalau cuma ditaruh ditoko-toko. Walaupun dia kalah tenar dengan mainan saat ini kita hanya perlu mengenalkannya kembali agar anak-anak tahu, inilah mainan asli Indonesi,"ujarnya.

Satu jam kurang berbincang-bincang seorang pembeli menghampiri lapak Baim, dan membeli sebuah kapal tok-tok ukuran kecil. Adrian, 37, membeli mainan tersebut untuk keponakannya dirumah. Bagi Adrian mainan tersebut juga memiliki kenangan tersendiri.

Dulu semasa kecilnya ia senang bermain kapal tok-tok. Sayangnya perkembangan zaman membuat mainan ini mulai terpinggirkan. Ketika melihat mainan itu ia tertarik membelikan untuk keponakannya dirumah.

"Ini mainan saya waktu SD dulu. Sekarang sudah sulit menemukannya. Jadi waktu lihat saya rasanya seperti kembali pada masa kanak-kanak dulu,"tukasnya.

Selasa, 20 Maret 2018

Tiga Tempat Wisata Keluarga di Pariaman


Pariaman merupakan salah satu daerah yang berada di pesisir barat pantai Sumatera. Selain dikenal dengan atraksi budaya Tabuik, Kota Pariaman juga di anugerahi beberapa pantai yang cocok dijadikan sebagai tempat wisata keluarga yang dilengkapi dengan sarana bermain anak-anak.


1. Taman Anas Malik



Berada di Pantai Lohong, taman ini dilengkapi dengan miniatur rumah kayu yang dibuat oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pariaman untuk sarana bermain anak-anak kecil. Sangat ramah untuk berwisata keluarga.


Nama taman ini, di namai Anas Malik karena suatu bentuk penghargaan kepada Bupati Padang Pariaman Anas Malik periode 1980 - 1990. Selain itu, di taman ini juga terdapat jajanan kuliner khas Pariaman seperti Sala lauak yang dijual oleh ibu-ibu dengan harga yang cukup terjangkau.


2. Pantai Gandoriah



Pantai Gandoriah yang terletak di Kelurahan Pasir, Kecamatan Pariaman Tengah, sudah lama terkenal sebagai salah satu tujuan wisata keluarga di Pariaman. Di pantai ini lah, setiap 10 Muharam di penanggalan tahun Hijriah dua buah Tabuik dibuang ke laut.


Di pantai ini juga terdapat Monumen Perjuangan TNI Angkatan Laut yang berada di ujung Muaro Pantai Gandoriah. Monumen ini di resmikan oleh Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi pada 8 Maret 2017.


3. Taman Mangrove




Terletak di Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara, taman Mangrove saat ini lagi booming sebagai destinasi wisata baru di Kota Pariaman. Pasalnya, untuk Sumatera Barat, baru Kota Pariaman yang membuka destinasi wisata Mangrove ini.


Selain itu, taman Mangrove juga berada di komplek penangkaran penyu. Sehingga wisatawan selain berkunjung untuk menikmati pesona taman Mangrove, juga bisa melihat penangkaran penyu. Setiap bulannya, selalu ada pelepasan tukik (anak penyu) dilepaskan ke laut di pantai ini.


Terbit di langkan.id 
Sabtu 17 Maret 2018

Sumber foto: akun Instagram @ayokepariaman

Melihat Pengrajin Miniatur Kapal Phinisi di Pariaman


Ditangan Bahtiar, limbah kayu disulap menjadi miniatur kapal Phinisi. Kendatipun demikian pria berumur 55 tahun itu mengalami kendala dalam pemasaran hasil karyanya. Pasalnya, selama ini miniatur kapal Phinisi buatannya hanya dibuat jika ada yang mengorder kapal saja.


"Ya, memang tak banyak yang tahu dengan kapal buatan saya ini. Sehingga hanya sedikit yang memesan miniatur kapal ini," ujarnya saat temui di Kedainya, Kelurahan Pasir Lohong, Kecamatan Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Sabtu 24 Februari 2018.


Menurut Bahtiar, ide mengolah potongan kayu menjadi miniatur kapal Phinisi muncul karena ingin memanfaatkan limbah dari kayu jenis Basung yang banyak ditemui di daerah Pariaman.


"Awalnya, cuma coba-coba saja ingin merubah limbah kayu itu menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual, eh ternyata banyak yang suka dan memesan," sebut pria berkulit sawo matang itu.


Menurut dia, menekuni kerajinan miniatur kapal tidak perlu pendidikan khusus, bahkan orang yang tidak berbakat dalam seni kerajinan juga mampu mengerjakannya. Kunci suksesnya hanya satu, kemauan keras dan pantang menyerah.


"Kerja keras dan motivasi tinggi jauh lebih berarti dari pada pendidikan tinggi tapi tidak melakukan apa-apa." imbuhnya.


Miniatur kapal Phinisi buatannya yang terbuat dari kayu basung ini berukuran kurang lebih 50cm x 15cm. Satu kapal dijual Rp 750 ribu. "Kapal di buat setiap kali di pesan pembeli, jika tak ada pembeli, kapal tidak saya buat dibuat, jika order sepi sekali dapat pesanan harga 750 ribu itu bisa juga saya turunkan," katanya.


Setiap bulannya, ditambahkan Bahtiar, kapal buatannya terjual dua hingga tiga kapal saja, dan yang mesan miniatur kapalnya rata-rata dari daerah luar Sumbar yang tahu dari mulut ke mulut. "Biasanya, yang beli itu orang Pariaman yang dirantau, mereka tahu dari mulut ke mulut juga," katanya.


Saat ini, diakui Bahtiar produk kerajinan miniatur kapal Phinisi buatannya terkendala dalam hal pemasaran dan modal. "Cita-cita saya ingin membuat galery di kawasan pantai Pariaman, dan memasarkan miniatur kapal ini ke berbagai daerah, minimal untuk Sumbar saja," terangnya. (RFI)









Dua Pulau yang Wajib Kamu Kunjungi di Pariaman

Selain di kenal memiliki pantai yang nyaman di kunjungi untuk berwisata, Kota Pariaman juga memiliki pulau-pulau yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung. Namun, Pemerintah Kota (Pemko) Pariaman baru membuka dua buah Pulau untuk kunjungan wisatawan.


1. Pulau Angso Duo


Pulau Angso Duo, berada tepat di depan Pantai Gandoriah yang merupakan jantung wisata kota yang terdiri dari empat kecamatan itu. Untuk menuju pulau tersebut ada dua akses yang di sediakan oleh pemerintah kota (Pemko) Pariaman. Pertama melalui Muaro Pariaman dan kedua melalui dermaga apung Pantai Gandoriah.


Perjalan menuju pulau Angso Duo, wisatawan hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 35 ribu pulang pergi, dengan waktu tempuh hanya 10-15 menit saja, dengan menumpang kapal-kapal yang sudah dikelola oleh pemerintah setempat.


Di pulau tersebut terdapat sebuah makam dengan panjang sekitar 3 meter. Konon menurut cerita rakyat yang berkembang di Pariaman, dalam makam tersebut bersemayam Syeikh Tuanko Katik Sangko yang merupakan panglima perang dari Syeikh Burhanuddin Ulakan, seorang ulama yang menyebarkan agama islam di Pariaman.


Pulau Angso Duo pun, juga dilengkapi dengan sarana penunjung pariwisata lainnya seperti Mushalla, Cottage, dan Bungalow yang bisa disewa wisatawan. Salah satu spot selfie atau wefie unggulan di pulau tersebut berada di depan pulau dengan landmark Angso Duo.



2. Pulau Kasiak


Pulau ini berada di depan Pantai Naras berjarak sekitar 5 kilometer dari bibir Muaro Pariaman. Pulau ini masih tergolong alami dengan memiliki pasir putih dan air yang jernih khas pulau-pulau yang berada di bibir pantai pulau Sumatera. Wisatawan untuk sampai kesini harus merogoh kocek agak dalam jika ingin berangkat dari Muaro Pariaman. Biayanya di patok Rp 75 ribu perkepala.


Keunggulan dari pulau ini, yakni kekayaan biota lautnya seperti terumbu karang, ikan warna-warni seperti Kerapu, Udang yang bernilai ekonomis. Apabila wisatawan beruntung, saat siang hari akan bisa berjumpa dengan penyu langka seperti penyu Sisik dan penyu Belimbing yang tidak akan di temukan di pulau lain.


Berbeda dengan pulau Angso Duo, wisatawan yang berkunjung ke pulau ini hanya terbatas. Karena pulau Kasiak dalam dua tahun belakangan hanya menerima wisatawan yang ingin melakukan penelitian. Kebanyakan yang berkunjung di pulau ini adalah mahasiswa yang ingin melakukan penelitian jenis-jenis terumbu dan ikan hias.


Di pulau Kasiak, juga terdapat satu buah mercusuar dengan ketinggian mencapai 40 meter mercusuar ini berfungsi sebagai menara penunjuk arah untuk perahu dan kapal-kapal besar yang melintas di perairan Kota Pariaman. (RFI)


Pariaman Bercerita #1: Antara Kolaborasi, Inovasi, dan Konsistensi

Awal Februari 2019 kemarin, saya dikabarkan oleh Siska Aprisia pendiri Komunitas Ranah Batuah tentang keinginannya untuk membuat sebuah ru...