Padang --- Ditengah gempuran dan perkembangan teknologi masyarakat lebih cenderung memilih hal-hal modern termasuk mainan bagi anak-anak. Namun, masih ada saja yang bertahan menjajakan mainan asli Indonesia.
Seperti Ibrahim, memilih berjualan kapal tok-tok karena memiliki nilai historis yang tinggi. Kepulan asap dari sumbu yang dibakar serta bunyi "klotok...klotok.." menjadi pemandangan menarik bagi pengunjung yang berlalu lalang disekitarnya.
Sudah 5 tahun lebih, pria yang akrab disapa Baim itu berjualan mainan kapal tok-tok. Mulai dari masuk kampung ke kampung. Hingga akhirnya memutuskan untuk menetap di pasar Raya.
Ditemui di Jalan M. Yamin Pasar Raya, tepat didepan sebuah toko tekstil terlihat seorang pria tampak asyik menyusun puluhan mainan jadul diatas meja dengan ukuran satu meter persegi. Disebelahnya sebuah mainan kapal tok-tok sedang berlayar memutari dulang yang sengaja diisi air sebagai tempat mainan itu berlayar.
Pria berusia 35 tahun itu mengaku memilih bertahan menjajakan permainan "jadul" lantaran ingin mempertahankan mainan buatan lokal. Menurutnya saat ini sudah jarang sekali anak-anak yang tertarik dengan mainan asli Indonesia termasuk kapal tok-tok. Jika tidak dikenalkan mainan tradisional akan hilang tanpa bekas.
"Sekarang banyak anak-anak yang tidak mengenal mainan ini karena sudah jarang orang tua yang memperkenalkannya. Padahal mainan ini memiliki nilai historikal yang tinggi. Mainan ini sudah ada sejak jaman Belanda. Makanya dibilang mainan asli Indonesia," ungkapnya, Sabtu 17 Februari 2018.
Kapal tok-tok merupakan mainan tradisional Indonesia dengan panjang 20 cm, lebar 5-6 cm, dan tinggi 4 cm yang mulai dijual sejak tahun 1980an. Mainan yang terbuat dari seng atau kaleng bekas ini umumnya berbentuk kapal perang dengan dua meriam kecil yang menghadap ke depan, seorang awak kapal, dan bendera Indonesia yang dipasang di ekor kapal.
Nama ‘tok-tok’ sendiri diambil dari bunyi "klotok...klotok.." yang dihasilkan ketika kapal berlayar. Selain itu mainan tersebut memiliki tenaga penggerak yang berasal dari kapas yang diberi minyak goreng dan dinyalakan. Sehingga bergerak layaknya kapal mesin uap.
Meskipun tidak secanggih mainan saat ini nyatanya kapal tok-tok masih memiliki peminat. Mainan tersebut juga dapat bertahan lebih lama dibanding mainan modern. Jika tenggelam hanya perlu mengganti kapas dan menambah minyak goreng sebagai bahan bakarnya saja.
Baim mengatakan, ia memesan mainan tersebut langsung dari Cirebon. Hal ini dikarenakan kapal tok-tok banyak diproduksi ditempat itu. Dan tidak semua pabrik mampu memproduksi mainan berbahan dasar kaleng tipis tersebut.
"Bahan utamanya merupakan limbah plat seng tipis. Kalau di Jawa banyak ditemukan tapi kalau disini susah. Makanya tidak ada yang produksi disini," terang pria asal Palinggam itu.
Setiap bulan Baim bisa memesan sekitar 400 buah mainan. Namun terkadang tidak sama sekali. Melihat banyaknya peminat dari mainan tersebut.
Dalam sehari ia bisa menjual sekitar 5-6 buah mainan. Kadang tidak sama sekali. Untuk kapal tok-tok ukuran kecil ia mematok harga Rp 20 ribu dan untuk ukuran besar Rp 30 ribu. Ini karena butuh biaya untuk mengirim barang tersebut dari pulau Jawa hingga ke Padang.
"Kalau hari libur bisa sampai 10 buah. Tapi kalau sedang sepi bisa tidak sama sekali," ucapnya
Umumnya yang membeli adalah para orang tua teringat masa kecilnya dan membelikannya untuk anak-anaknya.
Menurut mereka mainan tersebut menyimpan kenangan yang dalam. Sehingga perlu dikenalkan kembali pada anak-anak agar tak punah akibat perkembangan zaman.
Meski peminat mainan tersebut sudah mulai berkurang, namun ia tetap bertahan menjualnya dan tidak tergiur menjual mainan modern, atau menaruhnya pada kedai-kedai mainan lainnya.
"Mainan ini butuh praktekkan. Jadi tidak bisa kalau cuma ditaruh ditoko-toko. Walaupun dia kalah tenar dengan mainan saat ini kita hanya perlu mengenalkannya kembali agar anak-anak tahu, inilah mainan asli Indonesi,"ujarnya.
Satu jam kurang berbincang-bincang seorang pembeli menghampiri lapak Baim, dan membeli sebuah kapal tok-tok ukuran kecil. Adrian, 37, membeli mainan tersebut untuk keponakannya dirumah. Bagi Adrian mainan tersebut juga memiliki kenangan tersendiri.
Dulu semasa kecilnya ia senang bermain kapal tok-tok. Sayangnya perkembangan zaman membuat mainan ini mulai terpinggirkan. Ketika melihat mainan itu ia tertarik membelikan untuk keponakannya dirumah.
"Ini mainan saya waktu SD dulu. Sekarang sudah sulit menemukannya. Jadi waktu lihat saya rasanya seperti kembali pada masa kanak-kanak dulu,"tukasnya.